Mengatasi Kemacetan di Jakarta
bukanlah perkara mudah, saya sadar hal ini sangat sulit dilakukan. Berbagai
cara telah dilakukan oleh pemprov DKI, dari pembangunan jalan layang, koridor
busway, rencana proyek MRT, sampai wacanan pembatasan kendaraan. Namun, menurut
saya, kemacetan di Jakarta bukan hanya disebabkan karena mobilisasi penduduk
Jakarta, tetapi juga akibat arus orang dari BODETABEK. Hal ini dapat dilihat
dari data demografi perbedaan jumlah penduduk Jakarta siang hari dan malam hari
yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa arus pergerakan dari
BODETABEK menuju dan keluar dari Jakarta sangat besar.
Penanggulangan kemacetan
sebaiknya mengarah pada pemanfaatan transportasi publik. Dengan pemanfaatan
transportasi publik, dengan sendirinya jumlah pengguna kendaraan pribadi dapat
ditekan. Hal ini juga membuat konsumsi BBM lebih sedikit. Transportasi publik
tersebut menjangkau JABODETABEK. Karena bisa jadi sekian banyak pengendara mobil
dan motor yang memacetkan Jakarta berdomisili di BODETABEK.
Konsep MRT (MRT yg saya maksud
adalah sistem, bukan keretanya - yg selama ini diributkan)menurut saya adalah
sangat bagus. Namun, sebaiknya jangkauan penerapannya tidak hanya dalam area
Jakarta saja. Apakah sudah lupa dengan konsep metropolitan? yang sekarang
menjadi megapolitan? Pengembangan Jakarta dan kota satelitnya tidak bisa secara
parsial lagi. Akan lebih indah jika pemprov/pemda terkait bersinergi dalam
pengembanganya, baik masalah pendanaan, maupun
rencana tata ruang. Mungkin dibutuhkan mekanisme khusus untuk
pemerintahan di JABODETABEK. Kembali ke MRT, sistem ini memadukan berbagai jenis
moda transportasi. Tiap rute atau jenis transportasi saling terhubung satu sama
lain. Perpindahan/transit dari satu rute ke rute lain dilakukan di stasiun
transit.
Bagi saya, apapun jenis
kendaraanya, yang penting adalah daya angkut, kecepatan, ketepatan, dan kenyamanannya. Kita sudah punya KRL/Commuterline,
busway, armada bus, dan angkot. Jika saja KRL/Commuterline dan busway
diintegrasikan, armada ditambah sehingga daya angkutnya memadai, kecepatan dan ketepatan
sampai tujuan terjamin, serta kenyamanannya layak, orang akan mempertimbangkan
pemanfaatanya dalam kegiatan sehari-hari. Jalur Busway yang ada, bukan hanya boleh
dilewati bus transjakarta saja, namun bus-bus lain pun, menggunakan jalur ini. Tentu
saja jalurnya perlu diatur ulang. Bus-bus rute BODETABEK sedemikian rupa
disatukan dengan Busway. Atau dengan kata lain, busway ini jangkauanya meliputi
area JABODETABEK. Tentu pemprov/pemda atau malah pemerintah pusat menggandeng
organda-organda dalam pengembanganya sebagai mitra penyedia armada. Angkotpun
bisa dijadikan sebagai feeder untuk menjangkau area diluar rute busway.
Angkot dalam beroperasi tidak
lagi ngetem. Mereka beroperasi dengan jadwal ketat layaknya kereta (dengan
jadwal keberangkatan/ menggunakan timer – tiap 5 menit angkot lewat). Jalurnya
seperti busway. Angkot bertindak sebagai feeder. Bus-Bus Jabodetabek menjadi
busway dengan jalur khusus yang sudah steril, menjangkau area Jabodetabek. Frekuensinya
pun tiap 5 menit lewat. KRL/ Commuterline bertugas sama dengan busway. Pertemuan
sebidang dengan jalan ditiadakan (bisa dibuat underpass/fly over). Stasiun
transit dibuat senyaman mungkin, dengan toko-toko yang tertata rapi, menambah
pemasukan dari sewa area komersil. Semua terintegrasi dengan baik, sehingga
orang dari rumah di Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang dan sekitarnya menuju tempat kerjanya di daerah Sudirman tidak
lagi menggunakan mobil/motornya.
Lalu, darimana pembiayaanya? Subsidi
BBM untuk kendaraan pribadi tiap tahun, berapa banyak yang dialokasikan dan
terserap untuk wilayah JABODETABEK? proyek MRT (kereta) disatukan saja dengan
KRL/Commuterline dan perangkatnya. Memang jenis rel dan gerbongnya berbeda, gunakan
saja tipe yang sudah ada, asal jumlah armadanya memadai, daya angkutnya bisa
memenuhi. Sistem pengelolaan angkutan dirubah, pengusaha bertindak sebagai
penyedia armada, jalur, trayek, tarif, pendapatan supir, dan manajemennya
pemerintah yang mengatur.
Ada satu hal yang penting namun
banyak yang melupakan atau malah justru menyingkirkanya. Jalan kaki. Area untuk
pejalan kaki harus diperhatikan, sehingga orang dari stasiun transit menuju
tempat lain dapat berjalan dengan nyaman dan aman. Dan di gedung-gedung
perkantoran, pintu untuk pejalan kaki seharusnya ditempatkan di depan dan
paling dekat dengan lobby, bukan malah di tempatkan di samping/belakang gedung.
Begitulah angan-angan saya
tentang transportasi publik yang cepat, tepat, aman, dan nyaman.