Thursday, December 13, 2012

MRT itu bukan keretanya


Mengatasi Kemacetan di Jakarta bukanlah perkara mudah, saya sadar hal ini sangat sulit dilakukan. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemprov DKI, dari pembangunan jalan layang, koridor busway, rencana proyek MRT, sampai wacanan pembatasan kendaraan. Namun, menurut saya, kemacetan di Jakarta bukan hanya disebabkan karena mobilisasi penduduk Jakarta, tetapi juga akibat arus orang dari BODETABEK. Hal ini dapat dilihat dari data demografi perbedaan jumlah penduduk Jakarta siang hari dan malam hari yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa arus pergerakan dari BODETABEK menuju dan keluar dari Jakarta sangat besar.
Penanggulangan kemacetan sebaiknya mengarah pada pemanfaatan transportasi publik. Dengan pemanfaatan transportasi publik, dengan sendirinya jumlah pengguna kendaraan pribadi dapat ditekan. Hal ini juga membuat konsumsi BBM lebih sedikit. Transportasi publik tersebut menjangkau JABODETABEK. Karena bisa jadi sekian banyak pengendara mobil dan motor yang memacetkan Jakarta berdomisili di BODETABEK.
Konsep MRT (MRT yg saya maksud adalah sistem, bukan keretanya - yg selama ini diributkan)menurut saya adalah sangat bagus. Namun, sebaiknya jangkauan penerapannya tidak hanya dalam area Jakarta saja. Apakah sudah lupa dengan konsep metropolitan? yang sekarang menjadi megapolitan? Pengembangan Jakarta dan kota satelitnya tidak bisa secara parsial lagi. Akan lebih indah jika pemprov/pemda terkait bersinergi dalam pengembanganya, baik masalah pendanaan, maupun  rencana tata ruang. Mungkin dibutuhkan mekanisme khusus untuk pemerintahan di JABODETABEK. Kembali ke MRT, sistem ini memadukan berbagai jenis moda transportasi. Tiap rute atau jenis transportasi saling terhubung satu sama lain. Perpindahan/transit dari satu rute ke rute lain dilakukan di stasiun transit.
Bagi saya, apapun jenis kendaraanya, yang penting adalah daya angkut, kecepatan, ketepatan, dan  kenyamanannya. Kita sudah punya KRL/Commuterline, busway, armada bus, dan angkot. Jika saja KRL/Commuterline dan busway diintegrasikan, armada ditambah sehingga daya angkutnya memadai, kecepatan dan ketepatan sampai tujuan terjamin, serta kenyamanannya layak, orang akan mempertimbangkan pemanfaatanya dalam kegiatan sehari-hari. Jalur Busway yang ada, bukan hanya boleh dilewati bus transjakarta saja, namun bus-bus lain pun, menggunakan jalur ini. Tentu saja jalurnya perlu diatur ulang. Bus-bus rute BODETABEK sedemikian rupa disatukan dengan Busway. Atau dengan kata lain, busway ini jangkauanya meliputi area JABODETABEK. Tentu pemprov/pemda atau malah pemerintah pusat menggandeng organda-organda dalam pengembanganya sebagai mitra penyedia armada. Angkotpun bisa dijadikan sebagai feeder untuk menjangkau area diluar rute busway.
Angkot dalam beroperasi tidak lagi ngetem. Mereka beroperasi dengan jadwal ketat layaknya kereta (dengan jadwal keberangkatan/ menggunakan timer – tiap 5 menit angkot lewat). Jalurnya seperti busway. Angkot bertindak sebagai feeder. Bus-Bus Jabodetabek menjadi busway dengan jalur khusus yang sudah steril, menjangkau area Jabodetabek. Frekuensinya pun tiap 5 menit lewat. KRL/ Commuterline bertugas sama dengan busway. Pertemuan sebidang dengan jalan ditiadakan (bisa dibuat underpass/fly over). Stasiun transit dibuat senyaman mungkin, dengan toko-toko yang tertata rapi, menambah pemasukan dari sewa area komersil. Semua terintegrasi dengan baik, sehingga orang dari rumah di Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang dan sekitarnya menuju tempat kerjanya di daerah Sudirman tidak lagi menggunakan mobil/motornya.
Lalu, darimana pembiayaanya? Subsidi BBM untuk kendaraan pribadi tiap tahun, berapa banyak yang dialokasikan dan terserap untuk wilayah JABODETABEK? proyek MRT (kereta) disatukan saja dengan KRL/Commuterline dan perangkatnya. Memang jenis rel dan gerbongnya berbeda, gunakan saja tipe yang sudah ada, asal jumlah armadanya memadai, daya angkutnya bisa memenuhi. Sistem pengelolaan angkutan dirubah, pengusaha bertindak sebagai penyedia armada, jalur, trayek, tarif, pendapatan supir, dan manajemennya pemerintah yang mengatur.
Ada satu hal yang penting namun banyak yang melupakan atau malah justru menyingkirkanya. Jalan kaki. Area untuk pejalan kaki harus diperhatikan, sehingga orang dari stasiun transit menuju tempat lain dapat berjalan dengan nyaman dan aman. Dan di gedung-gedung perkantoran, pintu untuk pejalan kaki seharusnya ditempatkan di depan dan paling dekat dengan lobby, bukan malah di tempatkan di samping/belakang gedung.
Begitulah angan-angan saya tentang transportasi publik yang cepat, tepat, aman, dan nyaman.

Arsip Electronic Music

2007an beberapa karya tercecer, sisa dikit... coba dikumpulin Ga bisa main alat musik kok mau bikin lagu, ya ga mungkin.... dari per...